Kasus kematian Wayan Mirna Salihin yang sekarang ini mencuat adalah salah contoh penyalahgunaan sains. Pemberitaan di media menyebutkan Mirna meninggal setelah minum kopi. Hasil otopsi menunjukkan terjadi perdarahan pada lambung Mirna. Kepala Bidang Kedokteran dan Kesehatan Kepolisian Daerah Metro Jaya, Kombes Musyafak mengatakan perdarahan pada lambung tersebut mengindikasikan ada yang tidak wajar pada kematian Mirna. Pendarahan pada lambung, menurut Musyafak, dapat terjadi ketika lambung kemasukan zat yang bersifat korosif, seperti sianida. Kemungkinan zat tersebut bersifat asam sehingga merusak mukosa lambung yang akhirnya menyebabkan kematian.
Sebenarnya, sianida sudah dikenal sejak lama oleh para kimiawan. Awalnya, sianida lebih banyak digunakan sebagai bahan pewarna cat. Nama zat warna ini adalah besi sianida yang ditemukan secara tidak sengaja oleh Heinrich Diesbach pada tahun 1704. Saat itu, Diesbach mereaksikan garam sulfat dengan kalium karbonat. Diesbach tidak menyadari jika kalium karbonatnya telah bercampur dengan darah sehingga saat dipanaskan, hemoglobin dalam darah melepaskan besi. Hasilnya, dalam campuran itu terdapat ion besi yang bereaksi dengan ion sulfat, karbonat, dan protein hemoglobin. Kesemuanya bereaksi membentuk besi sianida, berupa senyawa kompleks yang akan membentuk warna ungu kemerahan dalam larutan asam klorida.
Semenjak itu, penggunaan sianida semakin marak untuk berbagai keperluan sehingga mulai diperjualbelikan secara bebas. Hingga akhirnya, pada tahun 1845, John Tawell menggunakan bahan ini untuk aksi pembunuhan. Tawell menggunakan asam sianida untuk membunuh Sarah Hart. Pembunuhan terjadi pada 1 Januari 1845 di rumah Tawell di desa Salt Hill, dekat Slough. Dokter yang mengotopsi menemukan bahwa Sarah Hart meninggal karena senyawa sianida yang terminum. Sejak itu, sianida dikenal sebagai bahan beracun dan sering digunakan untuk aksi kejahatan, termasuk dalam peran dunia pertama dan kedua, pembunuhan berencana, atau aksi bunuh diri.
Sejarah di atas menunjukkan kepada kita sebuah contoh bahwa terkadang sains yang awalnya bermanfaat akhirnya menjadi sumber malapetaka jika disalahgunakan. Contoh penyalahgunaan sains, tidak hanya terjadi pada sianida. Penemuan dinamit yang awalnya untuk kegiatan eksplorasi industri berujung pada penggunaannya sebagai senjata dalam peperangan. Hal inilah yang menyebabkan Alfred Nobel sebagai penemu bahan dinamit merasa bersalah karena temuannya disalahgunakan.
Penemuan reaksi nuklir pun bernasib demikian. Penemuan nuklir menyebabkan munculnya bom atom yang disalahgunakan untuk menghancurkan dua kota di Jepang. Termasuk komputer dan internet yang awalnya sangat bermanfaat, kini telah menjadi sumber kejahatan, media untuk menipu, dan sarana untuk menyebarkan prostitusi. Bahkan, jauh sebelum itu, temuan “saintis” jaman purba berupa kapak dan tombak batu termasuk temuan yang disalahgunakan. Awalnya memang berguna untuk berbagai keperluan, tapi akhirnya untuk saling membunuh!
Solusi yang diharapkan
Agar sains sepenuhnya memberikan manfaat bagi manusia, maka harus diciptakan sebuah landasan pokok yang menjadi acuan dalam mengembangkan dan memanfaatkan produk sains. Landasan pokok tersebut dibangun atas fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang menginginkan keselamatan dan kedamaian. Artinya, manusia harus memiliki tolok ukur/alat yang dapat mengukur benar salahnya atau etis tidaknya suatu sikap/bentuk interaksi manusia dengan sains.
Pada praktiknya, landasan pokok tersebut dapat berupa norma-norma sosial yang berisi rambu-rambu dalam berinteraksi dengan sains. Norma tersebut akan membentuk tanggungjawab etis bagi manusia dalam mengembangkan dan memanfaatkan produk sains. Sebagai contoh, tanggung jawab etis tersebut akan menjadi kontrol bagi manusia sehingga selalu memperhatikan kodratnya sebagai makhluk yang diciptakan sehingga tidak berlebihan dalam mengeksplorasi sains. Selain itu, tanggung jawab tersebut akan membentuk kesadaran manusia sehingga selalu menjaga keseimbangan ekosistem, kepentingan umum, dan keberlanjutan generasi dalam upaya mereka mengembangkan dan memanfaatkan sains.
Hal ini mutlak, karena tujuan awal sains adalah mengembangkan dan memperkokoh eksistensi manusia dan makhluk lainnya, bukan untuk menghancurkannya. Sains dikembangkan dan dipelajari bukan untuk memenangkan suatu kelompok sehingga lebih unggul dari kelompok yang lain. Akan tetapi, sains dieksplorasi sedemikian rupa untuk menjadi wahana saling berbagi antar manusia, bahkan antar makhluk yang lain. Kesadaran seperti ini hanya akan muncul jika manusia membangun tanggung jawab etis dalam berinteraksi dengan sains.
Pada akhirnya, sains akan menuntun manusia mencapai titik penghayatan hidup. Manusia akan lebih rendah hati karena dengan sains manusia menemukan banyak keajaiban di alam yang kadang sulit dipahami oleh nalar. Lebih dari itu, sains akan menghantarkan manusia pada titik ketundukan pada sesuatu yang Maha, sesuatu yang telah mendesain dan menjaga keajaiban alam tersebut. Dalam bahasa agamanya, ketundukan tersebut adalah iman, yakni sikap percaya bahwa keberadaan alam ini adalah desain dan penjagaan langsung dari Tuhan.
Iman tersebut akan menjadikan manusia senantiasa terawasi. Sikapnya akan lebih bijak saat berinteraksi dengan sains. Manusia tidak lagi menggunakan sains untuk kejahatan karena tidak ingin Tuhan marah padanya. Bahkan, manusia akan memanfaatkan sains untuk kebaikan, kesejahteraan, dan kemakmuran umat manusia karena dengan cara seperti itu manusia akan disayang dan diberikan hadiah oleh Tuhan berupa pahala. Inilah yang menjadi kontrol bagi manusia dan kontrol seperti ini akan tercipta secara otomatis selama manusia menjalankan tanggungjawab etis dalam berinteraksi dengan sains.
Harapannya, kehidupan manusia semakin baik dengan sains. Bukan malah sebaliknya, sains menciptakan ketakutan bagi manusia. Tentu kita tidak ingin jika hasil olah pikir manusia yang telah terumus dalam ilmu sains justru digunakan untuk mengakhiri hidup manusia. Karena itu, mari kita membudayakan tanggung jawab etis dalam berinteraksi dengan produk sains, baik ilmu maupun teknologi sains. Mari!
0 komentar:
Post a Comment